Melampaui Memori Kolektif tentang Kuasa: Makan Kelaminmu





(Tinjauan singkat atas performance-art Fen-Ma Liuming’s Lunch (1994) oleh Ma Liuming)





Sebuah pemaknaan baru atas kelamin: makan siang. Adalah perlawanan pada otoritarianisme, pada rejim kuasa, yang terlembaga dan yang menyebar. Saya tak pernah membayangkan seniman lain beraksi atau memproduksi karya sedalam struktur instingtif tersebut. bagaimana kelamin –alat reproduksi, alat pembuangan kotoran, sekaligus alat pemujaan pada ritual-ritual—menjadi menu utama makan siang.

Cina, yang kita tahu bersama sebagai negara dengan power raksasa ‘memberikan ijin’ tampilnya Ma Liuming, dengan perlawanan sedahsyat itu. Hei, apa lagi perlawanan yang begitu tajam, yaitu pemujaan-pada-yang-purba? Sekaligus menggunakannya sebagai perangkat untuk melawan aparatus negara? Juga yang begitu maskulin? Makanlah.

Ma Liuming dengan elegan menampilkannya. Ada mata nanar menatap kejauhan, seolah menolak segala jenis kejijikan (ini ditunjukkan dengan tetap ‘memakan’ kelaminnya). Sepotong daging matang siap makan dibiarkannya tenang di meja. Sama sekali tidak disentuh. Karya ini –Lunch– adalah sebentuk perlawanan ‘purba’pada kuasa yang juga purba. Namun apa yang dilawan terus-menerus berhasil memanipulasi dirinya, menjadi modern, oleh karenanya rasional.

Lunch adalah demonstrasi tubuh yang subversif. Tubuh yang melampaui memori kolektif tentang ketenteraman, tentang stabilitas norma-norma, tentang kenormalan-awam: tentang kuasa. Ditambah pada kealpaan (kalau bukan penolakan) pada daging goreng garing di hadapannya tersebut, melebarkan perlawanannya pada subyek lain yang berkuasa: teknologi.

Pada titik ini, saya teringat salah satu petikan dari esai F. Budi Hardiman, Massa dan Teror (2001), “keberanian apa yang lebih hebat selain perlawanan pada yang maha kuasa?”[]

3 komentar: