Mengonstruksi Anarki
Tahun 1992, setahun setelah Uni Soviet merayakan ulang tahun ke-74 sekaligus keruntuhannya, yang juga menandai selesainya Perang Dingin, muncul sebuah artikel yang juga menandai ‘berakhirnya’ sebuah episode paradigma di Ilmu Hubungan Internasional. Artikel itu berjudul 'Anarchy is What States Make of It' (selanjutnya AWSMI), atau yang jika diterjemahkan secara luwes berarti ‘Anarki adalah Ciptaan Negara’.
Artikel itu banyak menghajar pandangan-dunia Neorealis yang tersistematisasi dalam buku Kenneth Waltz, 'Theory of International Politics' (TIP). Secara singkat, Neorealis percaya bahwa struktur internasional menggerakkan negara-negara dalam bertindak. Struktur internasional ini menetapkan apa saja yang harus dan apa yang tak boleh dilakukan oleh negara sebagai unit-unit yang menjadi bagian dari sistem internasional.
Satu kalimat yang mungkin bisa merangkum kepercayaan Neorealis, seperti diungkapkan Waltz ialah, “Struktur mendefinisikan pengaturan, atau tata tindak-tanduk dari bagian-bagian sistem.”
Setidaknya sampai buku itu diterbitkan, tahun 1979, Waltz membaca bahwa sebagian besar fenomena lintas-batas negara, yang artinya relasi antar negara-negara, adalah efek yang ditimbulkan oleh struktur internasional. Dalam hal ini, struktur tersebut adalah bipolarisasi kekuasaan (power) antar Uni Soviet dan AS-Eropa Barat. Struktur ini yang kemudian menuntun sebagian besar perilaku negara, sekalipun itu adalah perang dengan negara lain. Contohnya: seperti Perang Korea, Perang antar Vietnam Selatan-Utara, Insiden Teluk Babi, dll.
Di tengah-tengahnya, yakni di ambang batas antara tuntunan struktur dan kreativitas negara, dikenal pula istilah self-help. Sebuah laku dimana negara-negara berlomba untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kekuasaan mereka. Ini tercermin, tentu saja, pada dua negara yang menjadi promotor Perang Dingin: AS vs Uni Soviet.
Situasi ini yang kemudian dibaca oleh Neorealis, meneruskan pendapat Realis Klasik, bahwa sistem internasional sejatinya dan akan selalu anarkis. Pada level unit, anarkisme sistem ini kemudian meinbulkan adanya perasaan tidak aman dan selalu merasa curiga pula cemas akan aktivitas negara lain. Sebuah lingkaran setan yang lalu melahirkan diktum: “Tak ada cara lain untuk bertahan hidup di sistem yang anarkis ini selain terus-menerus mengakumulasi kekuasaan.”
Tapi situasi menjadi membingungkan ketika Mikhail Gorbachev memutuskan untuk menghentikan ‘kekonyolan’ tersebut. Pertama, ia meminta Jerman Timur segera menjalankan rekonsiliasi dengan Jerman Barat. Lalu disusul dengan kunjungannya ke AS yang menjadi preseden bubarnya Uni Soviet. Di sini, Neorealis mendapat serangan hebat.
Bagaimana mungkin Soviet sebagai unit, kalau bukan unit-besar yang selama ini menjadi salah satu promotor utama struktur bipolar, tiba-tiba menolak perintah struktur? Bahkan itu terjadi tanpa satupun insiden militer? Kenapa tiba-tiba Uni Soviet yakin kalau AS dan sekutunya tidak akan langsung menghancurkannya sekali jalan?
Sederet pertanyaan di atas menjadi keresahan para sarjana politik internasional waktu itu.
*****
AWSMI adalah tawaran menggiurkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Bagaimana membaca tindakan sebuah negara yang tak sejalan dengan kehendak struktur. Bagaimana asumsi normatif, perdamaian positif, kembali bekerja di tengah struktur anarkis yang menghendaki perdamaian lewat cara-cara negatif: perang.
Artikel sepanjang 35 halaman ini menjlentrehkan, bagaimana ketidakmemadaian (inadequacy) Realisme-Struktural dalam memahami fenomena internasional bertajuk berakhirnya Perang Dingin.
Pertama kali, adalah kesalahbacaan atas dimensi self-help dalam cakrawala politik internasional. Seperti coba dijelaskan di atas, self-help memang nampak. Namun, AWSMI memandangnya bukan sebagai sistem atau tuntunan bagaimana struktur internasional bekerja seperti diajarkan Neorealis, melainkan ‘hanya’ institusi tempat dimana pembelajaran, lalu pemahaman antar-negara bersentuhan, menggumpal, dan diaktifkan dalam tindakan yang setelah berulang-ulang menjadi relatif stabil.
Lebih ke belakang lagi, AWSMI menjelaskan bahwa negara-negara tidak bertindak atas perintah dari struktur. Melainkan, mereka bergerak karena diarahkan oleh pemaknaan mereka atas negara lain. Sebuah kritik tajam sekaligus memberi tapal batas gagasan ini, yang makin menunjukkan kalau ia bertolak belakang dari Neorealis. Belakangan, gugus gagasan ini menjadi kerangka pikir lain yang dikenal dengan nama Konstruktivisme Sosial.
Di dalam AWSMI, pemaknaan ini secara eksplisit dituliskan, “… orang bertindak pada obyek, termasuk aktor-aktor lain, berdasarkan pada basis pemaknaan yang obyek-obyek berikan pada mereka.”
Logika pemaknaan ini bisa dijlentrehkan dalam contoh kasus. Seperti misalnya, kenapa AS menganggap beberapa nuklir Korea Utara sebagai ancaman besar? Kenapa bukan ratusan nuklir milik Inggris? Jika asumsi Neorealis benar bahwa sistem internasional yang tercermin dalam self-help mengatur tindakan negara, maka bagi AS, sudah ‘sewajarnya’ eskalasi ancaman yang diberikan Inggris lebih tinggi dibandingkan Korea Utara.
Sedangkan, kenyataannya tidak. AS justru lebih nyaman bekerja sama dengan Inggris yang teknologi militernya tak kalah dengannya, dibandingkan dengan Korut yang menghidupi warganya saja kerepotan.
Ujar AWSMI: karena AS memaknai Inggris sebagai teman, sedang Korut sebagai musuh.
Ia lalu menyingkap ‘tabir gelap’ yang menutupi tindakan mengejutkan Uni Soviet, “Negara bertindak secara berbeda pada musuh daripada yang mereka lakukan pada teman karena musuh mengancam mereka sedangkan teman tidak.” Fakta-fakta material seperti kepemilikan senjata dan kekuatan ekonomi tak lebih penting dibandingkan pemaknaan terhadap negara lain. Soalnya adalah bagaimana pemaknaan yang berakar pada distribusi pemahaman tersebut bekerja, bukan pada aspek material seperti distribusi kekuatan.
Pemaknaan inilah yang kemudian membentuk identitas. Bagaimana Soviet di era Gorbachev memaknai AS tidak lagi sebagai musuh, melainkan sebatas rival, atau bahkan teman, adalah kunci melihat dinamika politik internasional waktu Perang Dingin diumumkan usai. Hal ini seturut dengan sub-judul AWSMI sendiri: 'The Social Construction of Power Politics'. Konstruksi Sosial tentang Politik Kekuasaan.
Identitas dalam konteks ini memang relatif stabil. Tentu saja karena negara-negara biasanya melakukan ‘rutinitas’ dalam tindakan mereka yang mengacu pada pola peristiwa di masa lampau. Tapi di sisi lain, identitas bukanlah batu karang yang tak bisa goyah. Jika suatu negara memaknai negara lain tak lagi sebagai ancaman, maka negara tersebut tak lagi mendasarkan tindakannya melalui identitas tersebut, bahkan mengubahnya. Sederhananya, musuh akan hilang jika suatu negara tak lagi menganggap atau bertindak selayaknya musuh.
“Identitas adalah basis dari kepentingan,” seperti yang ada di dalam tubuh AWSMI, “Para aktor tidak memiliki ‘portofolio’ kepentingan yang mereka bawa di luar konteks sosial; malahan, mereka mendefinisikan kepentingan mereka di dalam proses pendefinisian situasi.” Bagaimana negara membentuk pemaknaan mereka atas situasi dan atau aksi tertentu negara lain menjadi muasal bagaimana ia membentuk identitasnya, yang bermuara pada kepentingan.
Struktur, ketimbang menyoal tentang distribusi kekuasaan, lebih memadai apabila dianggap sebagai distribusi pemahaman. Sebuah kondisi dimana negara-negara saling memaknai, memberikan respon atas tindakan negara lain lalu merumuskan identitas beserta kepentingan masing. Sebuah kapasitas intersubyektif. Bagi Konstruktivisme Sosial, struktur bukanlah suatu terlepas dan berada 'di luar sana', struktur ada di setiap diri masing-masing aktor.
Buktinya, adalah self-help. Negara-negara saling menimba pemahaman satu sama lain dan meninternalisirnya menjadi identitas, lalu kepentingan. Negara dalam satu blok berekspektasi bahwa negara lainnya adalah teman yang akan membantu dan selalu mendukung. Sebaliknya, negara di luar blok mereka adalah ancaman yang sebisa mungkin harus dilenyapkan.
Andaikan, sejak mula AS tak pernah menganggap Uni Soviet musuh dan sebaliknya, barangkali Perang Dingin tak akan terjadi. Sama seperti kalau saja Indonesia di jaman Soekarno tak menganggap Malaysia sebagai musuh, seperti yang dilakukan oleh Soeharto, maka hubungan Indonesia-Malaysia akan relatif stabil sebagai ‘teman’ atau ‘sahabat’ atau ‘saudara serumpun’.
*****
'Anarchy is What States Make of It' ditulis oleh Alexander Wendt. Profesor yang kini mengajar tetap di OSU (Ohio State University). Pria oleh beberapa pihak ikut merancang-bangun Konstruktivisme Sosial dalam disiplin Ilmu Hubungan Internasional ini, melancarkan kritiknya yang bertubi-tubi terhadap Neorealisme.
Tiga tahun setelah AWSI, tepatnya di musim panas 1995, ia menelorkan lagi satu artikel. Artikel yang berjudul 'Constructing International Politics' (CIP) itu dimuat di jurnal International Security. Sekali lagi, dan belum yang terakhir, ia memblejeti asumsi-asumsi Neorealisme.
Kali ini, ia ‘menyerang’ John Mearsheimer, penganut Neorealis lainnya. Mearsheimer menulis 'False Promise of International Institutions' (FPII) di musim dingin setahun sebelumnya.
Lewat CIP, ia meninjau beberapa kemungkinan yang dilontarkan oleh para penganut Teori Kritis (sebutan Wendt untuk menggantikan paham Pospositivis) saat meninju para Rasionalis (sebutan para pendukung Positivis. Bersama Neoliberal, Neorealis juga duduk di paradigma ini). Wendt mengindikasikan bahwa realitas politik yang terangkum dalam kritik para Pospositivis yang multi-dimensi membuat Neorealis lumpuh.
Sebagai garda depan Konstruktivisme, Wendt tentu saja sejalan para teoritisi kritis saat memandang bahwa dunia, “dikonstruksi secara sosial.” Dalam CIP, dia juga menegaskan, keselarasan keluarga teori kritis ini, termasuk Konstruktivis dibuktikan dengan persetujuan mereka atas dua klaim. “Bahwa struktur fundamental politik internasional lebih merupakan sosial dibandingkan material semata (sebuah klaim yang berkebalikan dengan materialisme), dan bahwa struktur-struktur tersebut membentuk identitas dan kepentingan aktor, ketimbang hanya perilaku mereka (klaim yang melawan dengan rasionalisme).”
Tapi di sudut yang lain, berbeda dengan para Posmodernis yang meragukan adanya pengetahuan obyektif, Konstruktivis masih mengusahakan sebuah studi yang saintifik. Bagaimana sistem internasional itu bekerja, bisa dibaca lewat pembuktian-pembuktian melalui kaidah ilmiah. Konstruktivisme, berusaha mengambil setiap poin dari kedua sisi tersebut.
Wendt memandang, bahwa persoalan ontologis atau keyakinan tentang eksistensi struktur, hanya mempengaruhi, bukan menentukan bagaimana posisi epistemologis seseorang membaca struktur tersebut.
Ia menandai episode ketidaksetujuan konstruktivisme sosial dari barisan Posmodernisme tersebut lewat analogi berikut. “Montezuma memiliki teori bahwa orang Spanyol adalah Tuhan, namun ia salah, dengan konsekuensi yang mengerikan,” ia lalu melanjutkan argumen dasarnya, “Kita tidak memiliki akses langsung pada dunia, namun hal ini tidak menghalangi kita memahami bagaimana ia bekerja.”
Menggunakan basis argumen ontologis Realisme Saintifik-nya Roy Bhaskar, Wendt menggubah sebuah komposisi struktural(istik) dalam disiplin politik internasional. Hal yang semula mengacu sepenuhnya pada teoritisasi ‘kekuasaan’, menjadi pembacaan yang hirau pada aspek-aspek psikososial.
Dimensi-dimensi seperti pemahaman-bersama (shared understanding) dan pembentukan-identitas (identity-formation) menjadi perangkat baru dalam membaca fenomena internasional yang hari ini cenderung lebih divergen. Aras ontologis Realisme Klasik dipertemukan dengan epistemologi struktural. Singkat cerita, seperti diklaim Wendt sendiri, Konstruktivisme Sosial telah menjadi sebuah kerangka yang menjembatani jurang (bridging the gap) antar Rasionalisme dan Teori Kritis Hubungan Internasional.
Persis 20 tahun setelah terbitnya karya Waltz, 'Theory of International Politics', argumen dan kritik Wendt, utamanya terhadap Neorealisme, terangkum dalam buku 'Social Theory of International Politics' (STIP). Nampak jelas mata pedang teoritisnya terarah pada TIP.
Lebih-lebih lagi, secara eksplisit pula ia ingin mencangkokkan pembacaan sosiologis ke relasi antar unit-unit negara. Kritik yang menajam ini, seperti disebut di awal, sekaligus menandai runtuhnya era sebuah pandangan yang menyangka bahwa perdamaian hanya bisa didapatkan lewat titik keseimbangan kekuasaan dan ancaman. Sebuah eksplanasi bahwa kesejahteraan umat manusia dimungkinkan terjadi, yakni ketika negara-negara mendapatkan hasil seri dalam perlombaan mereka (kondisi balance of power) mengakumulasi kapabilitas politik, militer, dan ekonomi mereka. Sebuah kerangka pikir bertajuk Neorealisme.
Untuk revisi, kalau bukan revolusi, paradigmatiknya terhadap disiplin ilmu HI, buku ini diganjar penghargaan yang hanya diberikan 10 tahun sekali. Tujuh tahun setelah terbit, STIP mendapat penghargaan ‘Best Book of Decade’ yang diberikan oleh The International Studies Association (ISA) kepada Wendt. Harga yang pantas untuk sebuah magnum opus yang tak terbit setiap tahun.
*****
Suatu ketika, di sebuah acara bernama Theory-Talk, Wendt mengatakan bahwa pekerjaannya sama sekali belum selesai. Upaya-upaya konstruksi sosial untuk membaca pembentukan identitas dan identitas-kolektif negara, menurutnya, masih bisa didorong menemui titik terjauhnya. Yakni suatu kondisi dimana semua negara bersatu membentuk sebuah negara-dunia (a world state).
Ia sungguh meyakini hal tersebut karena, “Tidak ada argumen normatif yang berlawanan dengan sebuah negara-dunia. Efek dari sistem yang terbentuk hari ini mendorong (empowers) negara atau kelompok negara dengan otoritasnya untuk membunuh pihak asing tanpa akuntabilitas. Dalam sebuah dunia yang ideal, saya kira tidak ada justifikasi apapun yang mengijinkan negara atau kelompok negara memiliki hak tersebut.”
Meskipun, dengan argumen teoritis paling sophisticated sekalipun, ia juga menyadari bahwa dunia ideal seperti itu butuh energi besar. Juga tentu saja, “… akan butuh waktu yang amat lama,” seperti diakunya.
Referensi:
Artikel dan Buku:
Alexander Wendt, Anarchy is What States Make of It: The Social Construction of Power Politics, International Organization 46, 2, Spring 1992.
--- Constructing International Politics, International Security, Vol. 20, No. 1, Summer, 1995.
--- Social Theory of International Politics, Cambridge University Press 1999.
Kenneth Waltz, Theory of International Politics, Addison-Wesley Publishing Company, 1979.
Situsweb:
http://osu.academia.edu/AlexanderWendt/CurriculumVitae, diakses 20 April 2010.
http://www.theory-talks.org/2008/04/theory-talk-3.html, diakses 9 Juni 2012.
http://martinshaw.org/2009/12/13/review-of-wendt-social-theory-of-international-politics-2000/, diakses 9 Juni 2012.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Informasi Kontes SEO untuk para blogger gan.. Ada 4 kontes SEO yang bisa diikuti, tanpa dipungut biaya sama sekali (gratis) dan tidak ada batasan untuk peserta (umur, status, maupun pekerjaan).
BalasHapus*Kontes seo Rgo Poker www.kontes-seo-rgopoker.net / www.kontes-seo-rgopoker.com. Total hadiah 32.jt
12 januari 2014 - 12 maret 2014
*Kontes seo Afa Togel www.kontes-seo-afatogel.com/ Total hadiah 25.jt
18 januari 2014 - 18 maret 2014
*Kontes seo Batik Poker www.kontes-seo-batikpoker.com/ Total hadiah 32.jt
22 januari 2014 - 22 maret 2014
*Kontes seo Eyang Togel www.kontes-seo-eyangtogel.com/ Total hadiah 25.jt
26 januari 2014 - 26 maret 2014
info lebih lengkap masuk aja ke situsnya
HapusANGKA JITU DAN AKURAT HASIL RITUAL YANG BISA ANDA MENANGKAN HARI INI HUB NO =085=319=486=059 KY PANGANDARANG DENGAN KEMANPUAN SUPRANATURAL YANG DIMILIKINYA BISA MENEMBUS ALAM GHOIB DAN AKAN MEMBERIKAN KEMENANGAN ANDA HARI INI KARNA BELIAU AKAN SELALU MEMBANTU ANDA DENGAN ANGKA RITUALNYA YANG DI JAMIN 100% TEMBUS DAN MEMANTAU ANDA SELAMA PEMASANGAN ANGKA (SGP/HKG/MALAYSIA/ )SAMPAI AKHIR PUTARAN ANGKA TOGEL SELESAI DI PUTAR,
Anda cukup mendaftar dengan biaya 100 ribu
Contoh format nama dan kirim pulsa 100 ribu ke nomor 0853-1948-6059 sebagai biaya ritual untuk di belikan peralatan sesajen seperti :
KEMBANG,KEMENYANG,PISANG DAN TELUR AYAM KAMPUNG. Setelah biaya di kirim maka AKY PANGANDARAN akan membantu anda dengan ritual ghoib. Biaya yang anda keluarkan tidak sebanding dengan angka hasil ritual yang di berikan kepada anda semua.tapi ingat setelah tembus sisihkan sedikit buat yang memerlukan biar berkah. DAPATKAN SEKARANG JUGA ANGKA TEMBUS KY PANGANDARANG Call / Sms 0853-1948-6059
. GHOIB: singapur 2D/3D/4D/
angka GHOIB: hongkong 2D/3D/4D/
angka GHOIB; malaysia 4D/6D/8D/
angka GHOIB; toto magnum 4D/5D/6D/
angka GHOIB; laos 4D/6D/8D
angka GHOIB; thailan
angka GHOIB; macau
angka ghoib; sidney
Tulisan yang sangat merepresentasikan betapa pahamnya si penulis tentang pemikiran Wendt. Menarik! Cukup membantu saya dalam membuat review. Terima kasih karena sudah menuliskannya. :)
BalasHapusSalam,
Putri Larasati.