Sine Qua Non



Yang belum sudah,
yang sudah, gagal.

Dalam kelopak mata
pecandu nafsu:
jilat api tak biasa.

Bukan merah, bukan biru.
Gelap dari segala gelap.

Tiap masa memberi jeda,
Sekelompok warga,
Berdiri di depan
simbol, ikon,
alam pikir tak berdaya.

Merapal doa,
merutukkan kutukan,
batu, dan amarah.

Kuda,
ditunggangi ksatria
dengan perisai dan pedang,
yang sarungnya
tertinggal di bawah ranjang.
Bersama perempuan, kasur
setengah telanjang.

Belulang tak pernah
menjadi milik daging lagi.

Pertengahan fajar,
garis laut menyempit.
Datang kapal-kapal.
Bermuatan budak, meriam,
angin sejuk
menghembus membawa gagasan.
Meminta tubal,
manusia nir-adab, begundal.

Tanah menanggung sakit tak terperi.
Daging, besi berganti-ganti
tertumbuk kaki ke dasar.

Para pelihat, di dalam penjara sebab
meretakkan kursi emas.
Belum juga mau menutup rahasia,
dikurung di dalam mimpi.

ditemani
sebuah melon,
beberapa bola, dan
bayi dalam pelukan ibunda.

Garda depan persemakmuran,
menggeliat, menjumpai
kulit yang dianugerahkan
belum pernah sama,
dengan mereka yang menolak pergi
dari hutan, gunung, dan pelabuhan.

Kalau cahaya,
dari semenanjung
datang untuk pergi lagi.
Silakan pilih:
hidup atau mati,
keduanya abadi.


-2012-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar